Bab Adzan - kaidah Islam

Breaking

Sabtu, 27 Oktober 2018

Bab Adzan

Sejarah Awal Mula Adzan,Keutamaanya,Adab,Tatacaranya

A.Sejarah Adzan
Adzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari 
Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi. Ada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani. ada seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan apipada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ketempat itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi, tetapi beliau menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). (KYP3095) Lantas, ada usul dari Umar bin Khattab jikalau ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk salat pada setiap masuknya waktu salat. Kemudian saran ini agaknya bisa diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya.

Asal muasal adzan berdasar hadits

Lafal adzan tersebut diperoleh dari hadits tentang asal muasal adzan dan iqamah:
Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid berkata sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja. Orang tersebut malah bertanya," Untuk apa? Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat." Orang itu berkata lagi, "Maukah kau kuajari cara yang lebih baik?" Dan aku menjawab "Ya!" Lalu dia berkata lagi dan kali ini dengan suara yang amat lantang:

  1. Allahu Akbar Allahu Akbar
  2. Asyhadu alla ilaha illallah
  3. Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
  4. Hayya 'alash sholah (2 kali)
  5. Hayya 'alal falah (2 kali)
  6. Allahu Akbar Allahu Akbar
  7. La ilaha illallah
Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Nabi Muhammad.SAW, dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kemudian Nabi Muhammad. SAW, berkata, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad, SAW.


Asal muasal iqamah

Setelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan adzan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan jika salat akan didirikan:
  • Allahu Akbar, Allahu Akbar
  • Asyhadu alla ilaha illallah
  • Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
  • Hayya 'alash sholah
  • Hayya 'alal falah
  • Qod qomatish sholah (2 kali), artinya "Salat akan didirikan"
  • Allahu Akbar, Allahu Akbar
  • La ilaha illallah
Begitu subuh, aku mendatangi Rasulullah SAW kemudian kuberitahu beliau apa yang kumimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan agar diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya lebih lantang darimu." Ia berkata: Maka aku bangkit bersama Bilal, lalu aku ajarkan kepadanya dan dia yang berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia berada di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."
HR Abu Dawud (499), at-Tirmidzi (189) secara ringkas tanpa cerita Abdullah bin Zaid tentang mimpinya, al-Bukhari dalam Khalq Af'al al-Ibad, ad-Darimi (1187), Ibnu Majah (706), Ibnu Jarud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan Ahmad (16043-redaksi di atas). At-Tirmidzi berkata: "Ini hadits hasan shahih". Juga dishahihkan oleh jamaah imam ahli hadits, seperti al-Bukhari, adz-Dzahabi, an-Nawawi, dan yang lainnya. Demikian diutarakan al-Albani dalam al-Irwa (246), Shahih Abu Dawud (512), dan Takhrij al-Misykah (I: 650).  
Adzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi. Ada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani. ada seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan apipada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ketempat itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi, tetapi beliau menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). (KYP3095) Lantas, ada usul dari Umar bin Khattab jikalau ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk salat pada setiap masuknya waktu salat. Kemudian saran ini agaknya bisa diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya.

Asala adzan berdasar hadits

Lafal adzan tersebut diperoleh dari hadits tentang asal muasal adzan dan iqamah:
Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid berkata sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk salat dimuh lonceng. 
B.Keutamaan Adzan 
Salah satu tanda sempurnanya syari’at Islam ini adalah memberi dorongan kepada ummatnya untuk melaksanakan ibadah dengan menyebutkan keutamaan ibadah tersebut. Begitu pula adzan, banyak riwayat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan tentang keutamaan adzan dan orang yang menyerukan adzan (muadzin).
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلاَةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ، حَتَّى لاَ يَسْمَعَ التَّأْذِيْنَ، فَإِذَا قَضَى النِّدَاءَ أَقْبَلَ حَتَّى إِذَا ثَوَّبَ بِالصَّلاَةِ أَدْبَر
”Apabila diserukan adzan untuk shalat, syaitan pergi berlalu dalam keadaan ia kentut hingga tidak mendengar adzan. Bila muadzin selesai mengumandangkan adzan, ia datang hingga ketika diserukan iqamat ia berlalu lagi …” (HR. Bukhari no. 608 dan Muslim no. 1267)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu juga, ia mengabarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوْا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوْا
”Seandainya orang-orang mengetahui besarnya pahala yang didapatkan dalam adzan dan shaf pertama kemudian mereka tidak dapat memperolehnya kecuali dengan undian niscaya mereka rela berundi untuk mendapatkannya…” (HR. Bukhari no. 615 dan Muslim no. 980)
Muawiyah radhiallahu ‘anhu berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الْمؤَذِّنُوْنَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
”Para muadzin adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari kiamat.” (HR. Muslim no. 850)
Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu mengabarkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلاَ إِنْسٌ وَلاَ شَيْءٌ إِلاَّ شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
”Tidaklah jin dan manusia serta tidak ada sesuatu pun yang mendengar suara lantunan adzan dari seorang muadzin melainkan akan menjadi saksi kebaikan bagi si muadzin pada hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 609)
Ibnu ’Umar radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُغْفَرُ لِلْمْؤَذِّنِ مُنْتَهَى أََذَانِهِ وَيَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلُّ رَطْبٍ وَيَابِسٍ سَمِعَهُ
”Diampuni bagi muadzin pada akhir adzannya. Dan setiap yang basah atau pun yang kering yang mendengar adzannya akan memintakan ampun untuknya.” (HR. Ahmad 2: 136. Syaikh Ahmad Syakir berkata bahwa sanad hadits ini shahih)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan para imam dan muadzin,
اللَّهُمَّ أَرْشِدِ الْأَئِمّةَ وَاغْفِرْ لِلَمْؤَذِّنِيْنَ
”Ya Allah berikan kelurusan bagi para imam dan ampunilah para muadzin.” (HR. Abu Dawud no. 517 dan At-Tirmidzi no. 207, dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 217)
Aisyah radhiallahu ‘anha berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْإِمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ، فَأَرْشَدَ اللهُ الْأَئِمّةَ وَعَفَا عَنِ المْؤَذِّنِيْنَ
“Imam adalah penjamin sedangkan muadzin adalah orang yang diamanahi. Semoga Allah memberikan kelurusan kepada para imam dan memaafkan paramuadzin.” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya no.1669, dan hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 239) (lihat Shahih Fiqih Sunnah, Bab Adzan)
Demikianlah keutamaan-keutamaan yang terdapat pada adzan dan muadzin. Semoga kita termasuk dari golongan orang-orang yang ketika mendengar sebuah hadits, segera mengamalkannya. Wallahu a’lam.


Baca selengkapnya https://muslim.or.id/7371-keutamaan-adzan.html 
C.Adab Adzan

1. Mengumandangkan Adzan Niat Ikhlas Karena Allah


Selayaknya bagi seorang muadzin hanya mengharap wajah Allah semata dan hanya mengharap pahalaNya. Jangan sampai niat mengumandangkan adzan untuk materi dunia seperti gaji bulanan atau mengharap rumah khusus untuk kediamannya serta kedudukan yang tinggi di masyarakat.

Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- mengingatkan agar tidak mengejar dunia dengan azan. Nabi bersabda kepada Utsman bin Ali Al-Ash,

"Dan pilihlah muadzin yang tidak mengambil upah dari adzannya" [HR. Abu Dawud, 531, Lihat shahihul jami' 1480]

Sabda Nabi di atas menunjukkan seorang muadzin tidak pantas mengambil upah dari adzannya. Tetapi  sebagian ulama membolehkan mengambil sebagai balasan atas keterikatan sebagai muadzin.

2. Hendaknya Muadzin Menjaga Waktu


Adab adzan berikutnya adalah menjaga waktu. Seorang muadzin harus senantiasa menjaga waktu adzan. Artinya ia harus memperhatikan dan memeliharanya tepat pada waktunya. Sebab dialah orang yang telah diberi amanah untuk mengumandangkan Adzan kepada kaum muslimin terhadap datangnya shalat 5 waktu.

Muadzin tidak boleh menyia-nyiakan amanah itu sedikit pun. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam sebuah hadis "mursal" yang disandarkan oleh tabiin langsung kepada nabi Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-:

Artinya "Para muadzin adalah orang-orang kepercayaan kaum muslimin atas waktu berbuka dan sahur mereka" [HR. At Thabrani dalam Al Kabir, 6743]

3. Adzan Dalam Keadaan Bersuci


Hendaknya saat mengumandangkan adzan, seorang muadzin harus bersuci. Masalah ini merupakan keharusan menurut kebanyakan para ulama. Namun kalau batal saat sedang adzan (pent- buang angin), tidak perlu menghentikan adzannya.

4. Diutamakan Muadzin Mempunyai Suara Lantang dan Bagus


Yang dipilih sebagai muadzin haruslah orang yang memiliki suara bagus dan lantang. Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda dari Abdullah bin Zaid bin Abdi Robbihi:

Artinya, "..Pergilah menemui Bilal, lalu ajarkan kepadanya apa yang engkau lihat di dalam mimpi. Kemudian perintahkanlah Bilal yang mengumandangkan Adzan. Sesungguhnya ia lebih keras suaranya daripada kamu" [HR. Ahmad, 43. Abu Daud, 499]

Jadi semampunya kita mengangkat suara ketika mengumandangkan Adzan sampai seruan untuk sholat dapat didengar oleh masyarakat. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa:

كان بلال إذا أذن وضع أصبعيه في أذنيه

"Bilal biasa meletakkan kedua jari di telinga dalam rangka membantu meninggikan suara" [HR. Ahmad, 308 dishahihkan oleh al-Albani dalam al-irwa (230)]

5. Mengumandangkan Adzan dengan Berdiri

Adab kelima bagi seorang muadzin ialah harus berdiri pada saat mengumandangkan adzan. Hal ini sangat dianjurkan karena merupakan ijma' ulama. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Munzir -rohimahullah-,

"Seluruh ulama sepakat tentang disunnahkannya muadzin berdiri ketika mengumandangkan adzan" [Dinukil dari al-Albani, al-Irwa (1/241)].

6. Muadzin Menoleh ke Kanan dan ke Kir

Seorang muadzin dianjurkan menoleh ke arah kanan ketika mengucapkan "Hayya 'alas sholah" dan menoleh ke arah kiri ketika mengucapkan "Hayya Alal Falah". Karena dahulu Bilal radhiyallahuanhu biasa melakukannya. Disebutkan dalam hadits Abu Hurairah -radhiallahuanhu-:

"Aku melihat Bilal sedang mengumandangkan Azan. Aku melihat gerakan mulut Bilal kekanan dan kekiri seraya mengucapkan lafadz Hayya alas shalah dan Hayya alal Falah". [HR. Bukhari, 634 dan Muslim, 503]

An Nawawi menjelaskan dalam kitabnya, "Syarah Shahih Muslim":
"Para ulama berbeda pendapat tentang tata cara menoleh. Yang paling sohih adalah pendapat jumhur ulama yakni, muadzin mengucapkan lafadz Hayya alas shalah sebanyak dua kali dengan menoleh ke kanan. Kemudian mengucapkan lafadz Hayya alal Flahsebanyak dua kali dengan menoleh ke kiri". [Shahih Muslim dengan Syarah an-nawawi, IV/293]

7. Berdzikir Setelah Mengumandangkan Adzan

Setelah selesai mengumandangkan Adzan hendaknya setiap muslim membaca doa dan dzikir. Adab satu ini terdapat dalam hadits:

من قَالَ عِنْدَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: "اَللّهُمَّ رَبَّ هذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَـائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا اَلْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ" حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

"Siapa yang mengucapkan doa ini setiap kali mendengar adzan: 'Ya Allah, pemilik panggilan adzan yang sempurna ini dan sholat yang ditegakkan ini, berilah wasilah kedudukan yang tinggi dan kemuliaan kepada Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Serta berikanlah beliau maqom mahmud yang telah Engkau janjikan'. Maka orang itu berhak mendapat syafaat dariku pada hari kiamat". [HR. Bukhari, 614]

Itulah lafadz doa setelah mendengar adzan. Dari, "Allahuma Rabba Hadzihi...sampai Mahmudaniladzi Wa addah"

8. Berdoa Di antara Adzan dan Iqomah


Waktu antara adzan dan iqomah merupakan salah satu waktu terkabulnya doa. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Tidak akan tertolak doa yang dipanjatkan di antara waktu adzan dan iqomah" [HR. Ahmad 119 dan Abu Daud 521]

9. Tidak Meninggalkan Masjid Setelah Dikumandangkan Adzan


Seorang muadzin atau makmum tidak boleh keluar dari masjid setelah dikumandangkannya adzan. Kecuali karena suatu sebab yang darurat (syar'i) misalnya ingin bersuci atau yang lainnya. Sesungguhnya ketika Abu Hurairah radiyallahuanhu melihat seorang keluar dari masjid setelah adzan Ashar dia berkata:

"Orang ini telah mendurhakai Abul Qosim (Rasulullah shallallahu alaihi salam)" [HR. Muslim 655]

10. Memberikan Waktu Tenggang yang Cukup di antara Adzan dan Iqomah


Adab adzan terakhir adalah memberi waktu cukup di antara adzan dan iqamah hingga orang yang berwudhu dapat menyempurnakan wudhunya. Begitu juga orang yang makan dapat menyesuaikan makannya tanpa tergesa-gesa. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

Artinya, "Berikanlah tenggang yang cukup antara adzan dan iqomah kalian. Hingga orang-orang yang berwudhu dapat menyempurnakan wudhunya dengan tenang dan orang-orang yang makan dapat menyelesaikan makannya dengan tenang."

Bersumber:10 Adab Adzan

D.Tatacara Adzan

.      Telah Masuk Waktu Shalat
Syarat sah adzan adalah telah masuknya waktu shalat, sehingga adzan yang dilakukan sebelum waktu solat masuk maka tidak sah. Akan tetapi terdapat pengecualian pada adzan subuh. Adzan subuh diperbolehkan untuk dilaksanakan dua kali, yaitu sebelum waktu subuh tiba dan ketika waktu subuh tiba (terbitnya fajar shadiq). [6]
2.      Berniat adzan
Hendaknya seseorang yang akan adzan berniat di dalam hatinya (tidak dengan lafazh tertentu) bahwa ia akan melakukan adzan ikhlas untuk Allah semata.
3.      Dikumandangkan dengan bahasa arab
Menurut sebagian ulama, tidak sah adzan jika menggunakan bahasa selain bahasa arab. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah ulama dari Madzhab Hanafiah, Hambali, dan Syafi’i.
4.      Tidak ada lahn dalam pengucapan lafadz adzan yang merubah makna
Maksudnya adalah hendaknya adzan terbebas dari kesalahan-kesalahan pengucapan yang hal tersebut bisa merubah makna adzan. Lafadz-lafadz adzan harus diucapkan dengan jelas dan benar.
5.      Lafadz-lafaznya diucapkan sesuai urutan
Hendaknya lafadz-lafadz adzan diucapkan sesuai urutan sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits yang sahih. Adapun bagaimana urutannya akan dibahas di bawah.
6.      Lafadz-lafadznya diucapkan bersambung
Maksudnya adalah hendaknya antara lafazh adzan yang satu dengan yang lain diucapkan secara bersambung tanpa dipisah oleh sebuah perkataan atau pun perbuatan di luar adzan. Akan tetapi diperbolehkan berkata atau berbuat sesuatu yang sifatnya ringan seperti bersin.
7.      Adzan diperdengarkan kepada orang yang tidak berada di tempat muadzin
Adzan yang dikumandangkan oleh muadzin haruslah terdengar oleh orang yang tidak berada di tempat sang muadzin melakukan adzan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara mengeraskan suara atau dengan alat pengerasa suara.
Sifat Muadzin
1.      Muslim
Disyaratkan bahwa seorang muadzin haruslah seorang muslim. Tidak sah adzan dari seorang yang kafir. [7]
2.      Ikhlas hanya mengharap wajah Allah
Sepatutnya seorang muadzin melakukan adzan dengan niat ikhlas mengaharap wajah Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda : “Tetapkanlah seorang muadzin yang tidak mengambil upah dari adzannya itu.”[8]
3.      Adil dan amanah
Yaitu hendaklah muadzin adil dan amanah dalam waktu-waktu shalat.
4.      Memiliki suara yang bagus
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda kepada sahabat Abdullah bin Zaid: “pergilah dan ajarkanlah apa yang kamu lihat (dalam mimpi) kepada Bilal, sebab ia memiliki suara yang lebih bagus dari pada suaramu” [9]
5.      Mengetahui kapan waktu solat masuk
Hendaknya seorang muadzin mengetahui kapan waktu solat masuk sehingga ia bisa mengumandangkan adzan tepat pada awal waktu dan terhindar dari kesalahan. [10]
Sifat Adzan [11]
Terdapat tiga cara adzan, yaitu :
  1. Adzan dengan 15 kalimat, yaitu dengan lafazh [12]:
    4x اَللهُ اَكْبَرُاَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ ×2
    اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ ×2
    حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ ×2
    حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ ×2
    2x اَللهُ اَكْبَرُ
    1x لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ
    Adzan seperti ini adalah cara yang dipilih oleh abu hanifah dan imam ahmad.
  2. Adzan dengan 19 kalimat [13], yaitu sama seperti adzan cara  pertama akan tetapi ditambah dengan tarji’ (pengulangan) pada syahadatain. Tarji’ adalah mengucapkan syahadatain dengan suara pelan –tetapi masih terdengar oleh orang-orang yang hadir- kemudian mengulanginya kembali dengan suara keras. Jadi lafazah “asyhadu alla ilaaha illallaah”dan“asyhadu anna muhammadarrasulullah”masing-masing diucapkan empat kali. Adzan seperti ini adalah cara yang dipilih oleh Imam Asy Syafi’i.
  3. Adzan dengan 17 kalimat, yaitu sama dengan cara adzan kedua akan tetapi takbir pertama hanya diucapkan dua kali, bukan empat kali. Adzan seperti ini adalah cara yang dipilih oleh Imam Malik dan sebagian Ulama’ Madzhab Hanafiah. Akan tetapi menurut penulis Shahiq Fiqh Sunnah, hadits yang menjelaskan kaifiyat ini adalah hadits yang tidak sahih. Sehingga adzan dengan cara ini tidak disyariatkan.
Yang Dianjurkan bagi Muadzin
1.      Adzan dalam keadaan suci
Hal ini berdasarkan dalil-dalil umum yang menganjurkan agar manusia dalam keadaan suci ketika berdizikir (mengingat) kepada Allah.
2.      Adzan dalam keadaan berdiri
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salamdalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar : “berdiri wahai bilal! Serulah manusia untuk melakukukan solat!”
3.      Adzan menghadap kiblat
4.      Memasukkan jari ke dalam telinga
Ini adalah perbuatan yang biasa dilakukan oleh sahabat Bilal ketika adzan. [14]
5.      Menyambung tiap dua-dua takbir
Maksudnya adalah menyambungkan kalimat Allahu akbar-allahu akbar, tidak dijeda antara keduanya. [15]
6.      Menolehkan kepala ke kanan ketika mengucapakan “hayya ‘alas shalah”dan menolehkan kepala ke kiri ketika mengucapakan “hayya ‘alal falah”. [16]
7.      Menambahkan “ash shalatu khairum minannaum” pada azan subuh. [17]

Pengertian Iqamah
Iqamah secara istilah maknanya adalah pemberitahuan atau seruan bahwa sholat akan segera didirikan dengan menyebut lafazh-lafazh khusus. [18]
Hukum Iqamah
Hukum iqamah sama dengan hukum adzan, yaitu fardu kifayah. Dan hukum ini juga tidak berlaku untuk wanita. [19]
Sifat Iqamah
Ada dua cara iqamah [20]:
1. Dengan sebelas kalimat [21], yaitu :
2x اَللهُ اَكْبَرُ
1x اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ
1x اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
1x حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ
1xحَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ
2xقَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
2x اَللهُ اَكْبَرُ
1x لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ
2. Dengan tujuh belas kalimat [22], yaitu :
 4xاَللهُ اَكْبَرُ
2x اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ
2x اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
2x حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ
2x حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ
2x قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
2x اَللهُ اَكْبَرُ
1x لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ


Baca selengkapnya https://muslim.or.id/7648-tata-cara-adzan-dan-iqomah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar